BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Lingkungan
di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri,
virus, fungus, protozoa, dan parasit yang menyebabkan infeksi pada manusia.
Infeksi yang terjadi pada orang normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan
kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yang
disebut sistem imun yang memberikan respon dan melindungi tubuh terhadap
unsur-unsur patogen tersebut.
Sistem
imun dapat dibagi menjadi sistem imun spesifik dan nonspesifik. Fungsi sistem
imun adalah fungsi protektif dan dalam hal proteksi terhadap tumor ia mempunyai
tiga peran utama. Pertama melindungi individu dari perkembangan tumor dengan
mengeliminasi atau menekan firus bersangkutan. Kedua mengeliminasi patogen dan
meredakan inflamasi secepatnya sehingga dapat mencegah terbentuknya lingkungan
inflamasi yang kondusif untuk perkembangan tumor. Ketiga sistem imun dapat
mengidentifikasi secara spesifik dan mengeliminasi sel tumor berdasarkan ekspresi
antigen atau molekul spesifik tumor yang terbentuk akibat perubahan sel yang
menjadi ganas.
Pengetahuan
tentang komponen seluler dan molekuler respon imun terhadap mikroba penyebab
infeksi dan, khususnya, peran yang dilakukan oleh sitokin dalam regulasi dan
homeostasis sel hematopoitik, telah membuka wacana kita untuk mendapatkan
bentuk baru pengobatan. Beberapa sitokin telah dimanfaatkan sebagai agen
terapetik untuk memodulasi respon imun dan secara seleksi mempromosi
hematopoisis. Salah satu penggunaan sitokin dalam bidang farmasi adalah sebagai pengobatan kanker.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan sitokin?
2. Apa
saja ciri-ciri sitokin?
3. Bagaimana
sifat sitokin?
4. Bagaimanakah
sitokin dalam pengobatan?
C.
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk meninjau sitokin yang
terlibat dalam kanker imunoterapi dan mendiskusikan biologi dan klinis aplikasi
dasar mereka . Makalah ini akan juga menggambarkan sitokin baru dalam
pengembangan pra - klinis , kombinasi dari agen biologis , mekanisme pengiriman
baru , dan arah potensial untuk penyelidikan masa depan dengan menggunakan
sitokin .
BAB
II
ISI
A.
Definisi
Sitokin
adalah golongan protein/glikoprotein/polipeptida yang larut dan diproduksi oleh
sel limfosit dan sel-sel lain seperti makrofag, eosinofil, sel mast dan sel
endotel. Sitokin berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur hampir
semua proses biologis penting seperti halnya aktivasi, pertumbuhan,
proliferasi, diferensiasi, proses inflamasi sel, imunitas, serta pertahanan
jaringan ataupun morfogenesis. Kesemuanya terjadi akibat rangsangan dari luar.
Sitokin mempunyai berat molekul rendah, sekitar 8-40 KD, di samping kadarnya
juga sangat rendah (Soeroso, 2007).
Nama
dari sitokin bermacam-macam tergantung dari tempat produksinya dan perannya.
1.
Monokin, merupakan
produk dari fagosit mononuklear
2.
Limfokin, merupakan
produk dari limfosit
3.
Interleukin (IL),
berkaitan dengan perannya antar sel leukosit
4.
Lain-lain : Interferon
(IFN), growth factors (CSF), TNF, Khemokin
B.
Ciri
Umum Sitokin
1.
Diproduksi oleh sel-sel
yang terlibat dalam respon imun natural dan respon imun spesifik.
2.
Merupakan mediator dan
regulator respon imun dan inflamatori.
3.
Sekresinya singkat dan
terbatas.
a.
Sitokin tidak disimpan
sebagai bentuk pre-molekul.
b.
Sintesisnya diinisiasi
oleh transkripsi gena baru yang hidupnya singkat.
c.
Produksinya dilakukan
jika diperlukan.
4.
Beberapa macam sitokin
diproduksi oleh beberapa tipe sel dan beraksi pada berbagai tipe sel
(pleiotropik). Lihat Gambar 1.
5.
Dalam beberapa kasus,
beberapa sitokin mempunyai aksi yang sama (redundan). Redundansi ini berdasar
pada : reseptor untuk sitokin adalah heterodimer (kadang-kadang heterotrimer)
yang dapat dikelompokkan kedalam famili, dimana satu subunit untuk seluruh
anggota. Karena subunit tersebut untuk semua anggota, fungsi dalam mengikat
sitokin dan dalam signal transduksi, maka reseptor satu sitokin seringkali
dapat merespon sitokin yang lain dalam famili yang sama.
6.
Dapat meningkatkan atau
menghambat sintesis sitokin lainnya.
7.
Dapat meningkatkan atau
menghambat aksi sitokin lainnya. Efek ini dapat berupa: antagonis, aditif
maupun sinergis.
8.
Mengikat reseptor
spesifik dengan afinitas yang tinggi.
9.
Sel yang dapat merespon
suatu sitokin adalah : autokrin, parakrin dan endokrin.
10. Respon
seluler terhadap sitokin, pada umumnya lambat dan memerlukan sintesis mRNA dan
protein baru.
C.
Klasifikasi
Sitokin Menurut Fungsi
Sitokin dapat
diklasifikasikan dalam 3 kelompok fungsional berdasarkan aktivitas biologiknya
yang utama, yaitu :
1.
Mediator dan regulator
imunitas bawaan
Kelompok sitokin ini terutama diproduksi oleh fagosit
mononuklear sebagai respon terhadap agen infeksi. PAMP’s seperti
lipopolisakarida atau LPS, dsRNA virus, berikatan dengan TLR pada permukaan sel
atau dalam endosom makrofag dan merangsang sintesis dan sekresi beberapa jenis
sitokin. Sitokin yang sama dapat juga disekresi oleh makrofag yang diaktifasi
oleh limfosit-T yang distimulasi oleh antigen sehingga bagian dari respon imun
didapat.
2.
Mediator dan regulator
imunitas didapat
Kelompok sitokin ini diproduksi terutama oleh
limfosit-T sebagai respon terhadap pengenalan spesifik antigen asing. Sitokin
yang diproduksi sel T berfungsi terutama untuk mengatur pertumbuhan dan
diferensiasi berbagai populasi limfosit, dengan demikian memegang peranan
penting pada fase aktifasi respon imun yang bergantung pada sel T. Sitokin yang
lain yang diproduksi oleh sel T merekrut, mengaktifasi dan mengatur sel-sel
efektor spesifik seperti fagosit mononuklear, neutrofil, dan eosinofil untuk
mengeliminasi antigen dalam fase respon imun yang didapat.
3.
Stimulator homopoesis
Diproduksi oleh sel-sel stroma dalam sum-sum
tulang, leukosit, dan sel-sel lain, dan merangsang pertumbuhan dan diferensiasi
leukosit imatur.
Tabel sitokin imunitas bawaan dan
didapat.
Imunitas bawaan
|
Imunitas didapat
|
|
contoh
|
TNF, IL-1, IL-2, IFN-
|
IL-2, IL-4, IL-5, IFN ϒ
|
Sumber utama
|
Makrofag, sel NK
|
Limfosit-T
|
Fungsi fisiologi utama
|
Mediator inflamasi (lokal dan
sistemik)
|
Mengatur pertumbuhan dan diferensiasi
limfosit, aktifasi sel-sel efektor (makrofag, eosinofil, mastosit)
|
Rangsangan
|
LPS
(Endotoksin), peptidoglikan bakteri, RNA virus, sitokin yang dihasilkan sel-T
(IFN)
|
Antigen protein
|
Jumlah diproduksi
|
Banyak; dapat dideteksi dalam
serum
|
Pada umumnya sedikit, tidak terdeteksi
dalam serum
|
Efek lokal atau sistemik
|
Keduanya
|
Biasanya hanya lokal
|
Peran dalam penyakit
|
Penyakit
sistemik (misalnya renjatan sistemik)
|
Kerusakan
jaringan lokal (misalnya inflamasi granulomatosa)
|
inhibitor
|
kortikosteroid
|
Siklosforin
|
(siti boedina kresno, 2010)
D.
Sifat
Sitokin
Biasanya
diproduksi oleh sel sebagai respons terhadap rangsangan. Sitokin yang dibentuk
segera dilepas dan tidak disimpan di dalam sel. Sitokin yang sama dapat
diproduksi oleh berbagai sel. Satu sitokin dapat bekerja terhadap beberapa
jenis sel dan dapat menimbulkan efek melalui berbagai mekanisme. Berbagai
sitokin dapat memiliki banyak fungsi yang sama, Sitokin dapat/sering
mempengaruhi sintesis atau efek sitokin lain, efeknya akan tampak saat
berikatan dengan reseptor yang spesifik pada permukaan sel sasaran atau sel
target.
Pada
dasarnya sitokin berfungsi sebagai autokrin, namun pada kenyataannya juga dapat
berfungsi sebagai parakrin ataupun endokrin. Dalam melaksanakan tugasnya,
sitokin dapat juga bekerja sebagai inhibitor atau antagonis sitokin lain,
bahkan dapat pula menghambat kerja sitokin yang bersangkutan. Diketahui pula
bahwa sitokin ikut berperan dalam sistem imunitas alamiah maupun imunitas
dapatan/spesifik.
Banyak
sarjana yang mengelompokkan klasifikasi sitokin sesuai dengan kebutuhan masing-masing,
antara lain berdasar pada sumber sel yang memproduksinya, efeknya pada sel,
atau berdasar pada jenis ikatan dengan reseptornya.Abbas dkk pada tahun 1994
mengelompokkan sitokin berdasar pada
fungsinya yaitu sitokin yang berperan dalam imunitas bawaan (cytokines that mediated
nature immunity). Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: interferon tipe I,
TNF-a (tumor necrosis factor-a), IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6 ),
chemokin. Keduanya yaitu sitokin pengatur aktivasi, pertumbuhan dan
diferensiasi sel limfosit, antara lain: IL-2 (interleukin-2), IL-4 (interleukin-4
),TGF-b (transforming growth factor -b). Yang ketiga adalah sitokin pengatur mediator
imun dalam proses inflamasi, antara lain: interferon-g, limfotoxin, IL-10 (interleukin-10),
IL-2 (interleukin-2), migration (Soeroso, 2007).
E.
Fungsi
Sitokin
Sitokin
berperan dalam imunitas nonspesifik dan spesifikdan mengawali, mempengaruhi dan
meningkatkan respon imun nonspesifik. Makrofag dirangsang oleh IFN-ϒ, TNF-α dan
IL-1 disamping juga memproduksi sitokin sitokin tersebut. IL-1,IL-6 dan TNF-α
merupakan sitokin pro inflamansi dan inflamasi spesifik. Selain itu dikenal
sitokin-sitokin yang berfungsi dalam diferensiasi dan fungsi serta mengontrol
sel sistem imun dan jaringan.
F.
Sitokin
Dalam Pengobatan
Dengan
teknik rekombinan DNA, sitokin dapat diproduksi dalam jumlah besar. Sesuai
dengan peranan biologisnya, maka sitokin dapat digunakan sebagai
penggantikomponen sistem imun yang imunokompromais atau untuk mengerahkan
sel-sel yang diperlukan dalam menanggulangi defisiensi imun primer atau
sekunder, merangsang sel sistem imun dalam respons terhadap tumor, infeksi
bakteri atau virus yang berlebihan.
Kelainan
pada produksi sitokin atau reseptornya berhubungan dengan beberapa jenis
kanker. Kadar IL-6 yang sangat tinggi dilepas oleh sel miksoma jantung (tumor
jinak jantung), mieloma, sel plasmasitoma, kanker serviks dan kandung kemih.
Pada mieloma dan plasmasitoma, IL-6 nampaknya berperan autokrin yang merangsang
proliferasi sel. antiodi monoklonal IL-6 yang ditambahkan ke biakan sel mieloma
in vitro akan menghambat pertumbuhan sel.
G.
Macam
sitokin individual
1. Interleukin-1
Interleukin-1 atau IL-1 dikenal sebagai
leucocyte activating factor atau LAF, B cell activating factor (BAF),
mononuclear cell factor (MCF), leucocyte endogenous mediator (LEM),
homopoetin-1 dan sejumlah nama lain, tetapi dengan ditemukannya antibodi
terhadap IL-1 dan rekombinan IL-1, saat ini IL-1 diberikan kepada substansi
ini. Monosit atau makrofag teraktifasi baik makrofag yang disebut sel kupfer,
sel langerhans, sel dendritik, maupun makrofag yang terdapat dalam paru-paru,
limfa atau tempat lain merupakan sumber utama IL-1. IL-1 juga dapat disintesis
oleh hampir semua sel berinti yang lain, tetapi tidak oleh eritrosit. Fungsi
utama IL-1 adalah mediator respon inflamasi pejamu pada imunitas bawaan atau
nonspesifik.
2. Interleukin-2
Merupakan
faktor pertumbuhan untuk sel T yang teraktifasi oleh antigen dan bertanggung jawab
atas ekspansi klonal sel T setelah pengenalan antigen. IL-2 ditemukan pada
tahun 1976 dan semula dikenal dengan nama T cell growth factor atau TCGF,
thymocyte mitogenic factor (TMF). IL-2 dapat menginduksi proliferasi sel T dan
terutama menginduksi sel T yang memproduksinya sehingga ia berfungsi sebagai
faktor pertumbuhan autokrin.
3. Interleukin-3
Dikenal
dengan nama multi-CSF, burst promoting activity, mast cell growth factor dan
thy-1 inducing factor. IL-3 diproduksi oleh sel T (Th1 maupun Th2), sel NK dan
mastosit, dan mempunyai pengaruh yang jelas pada pertumbuhan dan diferensiasi
semua liniage sel homopoitik.
4. Interleukin-4
Diproduksi
oleh sel T, mastosit dan sel B CD5. IL-4 memegang peran penting pada proses
class-switching imunoglobin, memudahkan class-switch menjadi IgG-1 dan IgE,
sementara menekan pembentukan IgM, IgG-3, IgG-2a dan IgG-2b.
5. Interleukin-5
Sebagai faktor pertumbuhan sel B pada mencit karena mampu
merangsang pertumbuhan dan produksi antibodi oleh sel B. Sitokin ini diproduksi
oleh Th-2 dan sel mastosit yang teraktifasi. Fungsi utama IL-5 adalah
merangsang pertumbuhan dan diferensiasi iosinofil dan mengaktifasi iosinofil.
6. Interleukin-6
Dahulu dikenal sebagai IFN-β2, hepatocyte stimulating factor dan
plasmocytoma growth factor dan merupakan sitokin yang berfungsi pada imunitas
bawaan maupun didapat. Sumber utama IL-6 adalah makrofag, walaupun limfosit
didaerah inflamasi juga dapat mensekresikan sejumlah besar IL-6.
7. Interleukin-7
Diproduksi oleh sel-sel stroma dan berperan dalam poliferasi sel
progenitor limfosit B dan T.
8. Interleukin-8
Merupakan sitokin yang termasuk golongan peptida dengan berat
molekul rendah yang mempunyai sifat kemotaktik dan dapat meningkatkan adesi PMN
pada endotel vaskular. Sitokin ini meningkatkan adesi leukosit pada endotel
vaskuler dan mempercepat rekuitmen leukosit ketempat inflamasi.
9. Interleukin-9
Ada
2 substansi dengan sifat berbeda yang diduga merupakan IL-9 yaitu leukemia
inhibitori factor (LIF) dan P 40. LIF dapat menyebabkan sel leukemia mieloid M1
berdiferensiasi menjadi makrofag. P 40 adalah suatu substansi yang diproduksi
oleh sel T CD4.
10. Interleukin-10
Fungsi
utama IL-10 adalah menghambat produksi beberapa jenis sitokin (TNF, IL-1,
chemokine, dan IL-12), dan menghambat fungsi makrofag dan sel dendritik dalam
memantu aktifasi sel T sehingga bersifat imunosupresi.
11. Interleukin-12
Dikenal
sebagai aktifator fungsi sitolitik sel NK yang diproduksi oleh makrofag tetapi
sekarang diketahui bahwa IL-12 merupakan penginduksi yang poten untuk produksi
IFN γ oleh sel T dan sel NK.
12. Interleukin-15
Diproduksi
oleh berbagai jenis sel khususnya sel epitel dan monosit, fungsinya adalah
merangsang poliferasi sel T sitotoksik dan memudahkan pembentukannya, serta
meningkatkan aktifasi sel LAK.
13. Tumor
Necrosis Factor (TNF)
Merupakan
mediator utama pada respon inflamasi akut terhadap bakteri gram negatif dan
berperan dalam respon imun bawaan tehadap berbagai mikroorganisme penyebab
infeksi yang lain serta bertanggung jawab atas banyak komplikasi sistemik yang
disebabkan infeksi berat.
Tabel
karakteristik beberapa jenis sitokin
PEMBAHASAN
Pasien
penderita kanker dapat memanfaatkan sitokin dalam terapi tumor yang menggunakan
sel LAK (lymphokine-activated killer). Dengan cara kultur, sel NK atau sel T
sitotoksik dengan penambahan konsentrasi tinggi IL-2, menurunkan sel efektor
dengan aktivitas anti-tumor yang potensial. Pasien penderita kanker dapat
memanfaatkan sitokin dalam terapi tumor yang menggunakan sel LAK
(lymphokine-activated killer). Dengan cara kultur, sel NK atau sel T sitotoksik
dengan penambahan konsentrasi tinggi IL-2, menurunkan sel efektor dengan
aktivitas anti-tumor yang potensial.
Juga
telah dicoba penggunaan antibodi untuk menetralkan aktivitas sitokin pada
pengobatan kanker tertentu. Hal yang mudah dicapai dengan leukemia sel,
memberikan semangat untuk mencoba dengan antibodi native maupun antibodi yang
dikonjugasi dengan toxin. Pada satu subset leukemia, leukemia sel T pada orang
dewasa, antibodi terhadap DL-2R rantai alfa (anti-CD25, juga dikenal sebagai
anti-Tac), telah memperlihatkan induksi respon terapeutik pada pasien yang
ketiga yang diberi pengobatan.
Imunoterapi adalah pengobatan yang menggunakan bagian-bagian tertentu
dari sistem kekebalan tubuh seseorang untuk melawanpenyakit seperti kanker .
Hal ini dapat dilakukan dalam beberapa cara.
§ Merangsang sistem kekebalan tubuh Anda sendiri untuk bekerja lebih keras atau lebih cerdas untuk menyerang sel-sel kanker.
§ Memberikan komponen sistem kekebalan tubuh, seperti protein sistem kekebalan tubuh buatan manusia.
Beberapa jenis imunoterapi juga kadang-kadang disebut terapi biologis atau biotherapy. Berdasarkan jurnal Cytokines in Cancer Immunotherapy dapat diketahui bahwa sitokin dapat merangsang sel efektor kekebalan tubuh dan sel-sel stroma di lokasi tumor dan meningkatkan sel tumor oleh sel efektor sitotoksik. Sejumlah penelitian Model tumor hewan menunjukkan bahwa sitokin memiliki aktivitas anti-tumor yang luas dan ini telah diterjemahkan ke nomor pendekatan berbasis sitokin untuk terapi kanker. Beberapa tahun terakhir telah melihat sejumlah sitokin, termasuk GM-CSF, IL-7, IL-12, IL-15, IL-18 dan IL-21.
Selain itu, kemajuan dalam terapi angkat sel telah mengandalkan pada penggunaan sitokin untuk menciptakan in vitro, lingkungan yang sangat terkontrol untuk perkembangan optimal sel-sel T anti-tumor. Sampai saat ini, dua sitokin telah mencapai persetujuan FDA sebagai agen tunggal untuk pengobatan kanker: dosis tinggi, bolus IL-2 untuk melanoma metastatik dan karsinoma sel ginjal dan IFN-D untuk adjuvant terapi Tahap III melanoma. Potensi sitokin di bidang imunoterapi kanker yang terbaik dicontohkan oleh dosis tinggi IL-2, yang dapat menimbulkan respon lengkap tahan lama dalam subset dari metastasis melanoma dan pasien karsinoma sel ginjal. Namun, pleiotropism luas dan redundansi sitokin signaling, dan fungsi ganda dari banyak sitokin di kedua aktivasi kekebalan dan kekebalan penindasan, menimbulkan tantangan yang signifikan untuk kemampuan kita untuk mencapai respon anti-tumor yang berarti tanpa juga menyebabkan membatasi pengobatan toksisitas dilema yang juga baik dicontohkan oleh rendah tingkat respons dan toksisitas terkenal dari IL-2. Memahami kompleks, peran multifaset sitokin bermain dalam promosi dan regulasi respon anti-tumor sangat penting untuk pengembangan strategi immunotherapeutic efektif melawan kanker.
Generasi kekebalan anti - tumor kuat , spesifik , dan tahan lama memerlukan berbagai sitokin yang mengatur fungsi-fungsi penting yang berhubungan dengan keseimbangan antara penolakan tumor dengan antigen spesifik sel efektor dan mekanisme penekan yang memungkinkan tumor untuk menghindari deteksi imunologi . sitokin sangat penting untuk imunosurveilans tumor dan telah menunjukkan terapi aktivitas anti – tumor dalam model murine dan dalam pengobatan klinis beberapa kanker pada manusia . Single- agent IFN- dan dosis tinggi IL - 2 telah disetujui dalam pengobatan melanoma dan karsinoma sel ginjal . lainnya anggota keluarga sitokin IL - 2 terkait berada di bawah penyelidikan intensif untuk tambahan aplikasi anti – tumor berbasis pada model tumor murine mendorong. Selain itu, beberapa strategi inovatif telah dikembangkan yang memanfaatkan sitokin untuk mempromosikan kekebalan anti - tumor yang efektif , termasuk molekul bifunctional seperti fusi antibodi sitokin , ekspresi sitokin viral rekombinan vektor , atau sel-sel tumor seluruh diiradiasi sebagai vaksin , berdasarkan PEGylation untuk meningkatkan kinetika , dan untuk manipulasi sel vivo, seperti sel-sel dendritik dan sel T adoptively ditransfer.
Pemahaman yang lebih baik dari jalur sinyal molekul digunakan oleh reseptor sitokin dan pola temporal dan kinetik dari ekspresi reseptor akan menjadi penting dalam pembangunan berkelanjutan dari pengobatan kanker yang efektif berbasis sitokin . Mengingat tingkat respons yang rendah dan toksisitas yang signifikan IL - 2 dan IFN- , arah penting dari penelitian tambahan adalah mencari biomarker prediktif untuk meningkatkan pemilihan pasien yang paling mungkin untuk menanggapi. Sitokin signaling menunjukkan bahwa masa depan terapi berbasis sitokin mungkin dalam rejimen kombinasi target beberapa jalur untuk memperkuat respon anti - tumor sementara menekan peraturan jalur, dan meminimalkan toksisitas . Kemajuan terbaru dalam terapi molekuler yang ditargetkan, seperti sebagai inhibisi BRAF, sudah menghasilkan antusiasme untuk aplikasi novel sitokin dalam kombinasi dengan terapi ini . Sitokin telah terbukti efektif dalam pengobatan kanker dan ada sedikit keraguan mereka akan terus memainkan peran utama dalam pengembangan imunoterapi kanker .
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Sitokin
adalah golongan protein/glikoprotein/polipeptida yang larut dan diproduksi oleh
sel limfosit dan sel-sel lain seperti makrofag, eosinofil, sel mast dan sel
endotel.
2. Pasien
penderita kanker dapat memanfaatkan sitokin dalam terapi tumor yang menggunakan
sel LAK (lymphokine-activated killer).
3. Pengobatan
dilakukan dengan cara imunoterapi
4. pengobatan dilakukan dengan:
• Merangsang sistem kekebalan tubuh Anda sendiri untuk bekerja lebih keras atau lebih cerdas untuk menyerang sel-sel kanker.
• Memberikan komponen sistem kekebalan tubuh , seperti protein sistem kekebalan tubuh buatan manusia.
5. IL-2 merupakan keluarga sitokin yang terkait berada di bawah penyelidikan intensif untuk tambahan aplikasi anti – tumor.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kresno, siti boedina. 2010. Imunologi diagnosis dan prosedur laboratorium edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Bratawidjaja, Karnen garna dan Iris Rengganis. 2012. Imunologi dasar edisi 10. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Lee, Sylvia dan Kim Margolin. 2011. Cytokines in Cancer Immunotherapy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar